Buat saya,
Karya Fotografi, sebermulanya adalah arsip, bukan hasil dari melukis dengan kamera. Applied, not fine. Menggunakan suatu medium yang berfungsi untuk menduplikasi dan merekam yang senantiasa di iringi dengan asa penasaran, pembuktian, atau menambahkan wacana citraan. Sebuah karya fotografi baiknya punya secuil memori untuk dibayangkan atau dikenang.
Disamping itu, karya fotografi juga merupakan cerita. Lucu, sinis, sedih, bahagia, marah, muram, mimpi dan nyata adalah bagian dari penggambaran sebuah narasi untuk disampaikan yang kemudian diputuskan untuk di rekam.
Tidak ada foto yang salah jika itu direncanakan. Kecelakaan bukan alasan untuk mengagungkan, kecuali proses tersebut sudah melalui tahap repetitif untuk kemudian bisa di maknai nantinya.
Peka menjadi modal untuk merumuskan bumbu yang sedap dalam bentuk persentasi visual nantinya. Refleksi dari rasa simpati atau empati dari empunya bisa terpancar dari kedalaman serta kedekatan dengan objek. Posisi seorang peneliti atau menjadi bagian dari objek terlihat jelas dari sudut pengambilan rekam. Marah, senang, gusar, dan tenang terpancar dari teknik pengambilan sebuah frame.
Saya sendiri lebih suka membuat keputusan dalam keadaan jeda, resikonya adalah terkadang penggambaran yang saya mau tangkap sering terlewat, hingga saya cukup sering memutuskan bercerita melalui metafora.
Saya menyebut proses ini dengan sebutan jeda estetika.
Berikutnya adalah tentang subjektifitas.
Yogi Kusuma
14.05.’16
#catatanygksm
0 comments:
Post a Comment